Powered By Blogger

Friday, February 21, 2014

Secangkir Pagi yang Manis untuk Kita Kenang


Oleh: Faqih Hindami

Sinar surya masih sembunyi.
Kala kakiku menapak menelanjangi sunyi.
Semilir angin mendekap tubuhku erat.
Dan aku masih sendiri menyesap kesejukan pagi.
Sebelum kau datang padaku bersama senandung megah itu.

"Apa yang waktu telah suguhkan untukmu?" tanyamu ketika itu.
"Secangkir pagi yang manis untuk kita kenang," jawabku.

Lonceng Biru



Oleh : Faqih Hindami
 
Waktu berganti.
Tiap detaknya memendam  arti.
Dan kau tetap belum mengerti.
Tentang lonceng biru dalam peti.
Yang mencintaimu dalam hati.
Sedang dentangnya tak mau mati.

Mendung



Oleh : Faqih Hindami


Duka mengapung, di bawah rintik hujan tak terhitung.
Hingga jauh laut penghujung, aku mendayung.
Di luar sana cuma mendung. Cuma kelam merundung.

Tertatih perempuan bertudung, dengan duka di punggung.
Memulung kebenaran, namun tersandung.
Ke langit mendung sana tangannya mengacung.
Hendak menampung harap yang belum rampung.

Di bawah mendung, tikus-tikus malah riang bersenandung.
Di atas panggung, dadanya luas membusung.
Disanjung, hingga hatinya terkurung.

Seketika hujan menarikku merenung.
Siapa menanggung? Siapa terpasung?
Sedang hidup cuma butuh satu jantung.

Bingung.
Yang tahu, hanya urung, diam mematung.
Bagai dibenam dalam palung.
Ah!

Bukan Pisuh



Oleh : Faqih Hindami


Riuh.
Malam biar berpeluh.
Ini hati berontak rusuh.
Ingin gapai hatimu rapuh.
Raih cinta meski lusuh.
Tak luluh meski beribu misuh.
Ah, jenuh.

Sajak Bisu, Sajak Sendu



Oleh : Faqih Hindami


Sajakku sajak bisu,
Sajak rindu yang mengunci tegar jarak kita dan masa.

Tiada yang tau apa yang memenuhi jiwa ini.
Aku cuma jenuh menjadi pemuja misteri,
kalau hatimu saja memilih buta dan mengabaikan setiap huruf dalam baris sajak.

Matamu cukup dekat untuk menunjukiku jalan harap di sudut lorong, dan aku tak perlu menjatuhkan peluh ke tanah untuk melangkahi terjal mencuri manis senyummu.
Tapi, rasanya jarak hati kita terlampau jauh untuk dicapai masa.

Sajakku sajak sendu,
Sajak romantika yang menakar waktu menunggu temu.

Tiada yang tau apa yang memenuhi jiwa ini.
Aku hanya lelah cuma menjadi penuai sajak cinta untuk lembar epilog-mu.
Aku ingin menjadi malaikat di surga kecilmu, menjadi pujangga di pondok memorimu,
lalu denganmu menelusuri sabana dan taman bunga di utara.

Kalau jemariku ini jarum waktu, sudah lama ku rangkai detik, ku rombak tentu pintalan menit, agar tak ada yang perlu memanjakan masa.
Karna aku tak ingin kau lenyap dari mimpi ketika takdir mulai menyerah dengan waktu,
sedang cintaku lebih kekal dari janji.