Powered By Blogger

Saturday, January 31, 2015

Tegar

Oleh : Faqih Hindami

Tak menderita kah itu batu yang dicabik-cabik ombak?
Rintihnya dimusnahkan debur dan tangisnya luntur disapu buih.
Tapi ia tak jua mengesah lantas berpindah tempat.
Sementara kita terus berselisih tentang siapa yang bodoh dan bersalah

Parai, Bangka,
20  Januari 2015

Mestinya Kau Tetap Disini

Oleh : Faqih Hindami


Mestinya kau tetap disini
Menyesap hangat surya, juga sejuk yang ditiupkan embun ke tepi jalan raya, dan gemilang pagi yang dijelmakan kala malam tadi kita puas ngimpi.

Mestinya kau tetap disini
Menyaksikan ranting-ranting pohon kecil tumbuh, meneduhi tanah yang basah karna sudah terlalu banyak peluh kita yang tumpah,
mempertanyakan hidup yang cuma menimbulkan kesah.

Memorabilia III

Oleh : Faqih Hindami


Kau tetap satu yang terlintas di ingatan, ketika angin memperdengarkan senandung lembut di antara ramai. Dan dewi yang tak pernah menyerah memantulkan sinar surya itu menyapa kesendirian.

Matanya yang buram tak pernah lagi menatap senyummu yang serenyah sore.
Telinganya yang congek tak pernah lagi mendengar suaramu yang semerdu senandung peri.
Mungkin telah rapuh dirinya untuk mengingat matamu. Atau sekadar untuk mengingat percakapan di satu malam, ketika ia mengesah dan menyesali awan tebal yang mengaburkan sinar langit. Kau pun sangat tau ia tak suka awan itu menghalanginya menatap wajah bulan.