Powered By Blogger

Saturday, January 31, 2015

Memorabilia III

Oleh : Faqih Hindami


Kau tetap satu yang terlintas di ingatan, ketika angin memperdengarkan senandung lembut di antara ramai. Dan dewi yang tak pernah menyerah memantulkan sinar surya itu menyapa kesendirian.

Matanya yang buram tak pernah lagi menatap senyummu yang serenyah sore.
Telinganya yang congek tak pernah lagi mendengar suaramu yang semerdu senandung peri.
Mungkin telah rapuh dirinya untuk mengingat matamu. Atau sekadar untuk mengingat percakapan di satu malam, ketika ia mengesah dan menyesali awan tebal yang mengaburkan sinar langit. Kau pun sangat tau ia tak suka awan itu menghalanginya menatap wajah bulan.


Ia terus menanti waktu membisikkan suara merdumu memanggil namanya lagi setelah sekian lama. Ia sangat ingin mengajakmu duduk di balkon gedung seraya mengkhayal kecil tentang keceriaan masa depan. Namun waktu cuma bisa menawarkan harapan. Sementara masih terlalu banyak kata di antara kau dan ia yang tak tersampaikan.

Cerita tentangmu satu-satu tumpah serupa tinta dari pena di atas kertas berdebu dan digerogoti masa. Cuma lewat kertas itu ia bisa menatapmu kembali. Lebih tepatnya, membaca kenangan tentangmu yang telah lama pergi.


 Sungailiat,
11  Januari 2015

No comments:

Post a Comment